Kolonel Achmar Yurianto Sudah 110 Hari Sibuk Urus Covid-19, Istri Dwiretno Yuliarti: Semangat Papa

BERITAWAJO.COM, JAKARTA – Sudah lebih dari 110 hari wajah dan suara Kolonel CKM dr. Achmad Yurianto tak pernah absen dari layar televisi dan radio.

Kehadirannya sebagai juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, menuntut Kolonel Yuri harus memberikan perkembangan terkait virus corona di Indonesia.


Kolonel CKM dr. Achmad Yurianto-- jawa pos

Tak jarang, Yuri membuat pemirsa dan pendengar berharap-harap cemas. Pasalnya, data yang ia sampaikan pada masyarakat sangat penting, berisi angka harian kasus COVID-19 di Indonesia.

“Tidak boleh absen. Bukan tidak pernah absen, memang tidak boleh absen,” kata Yuri.

Maklum saja, tidak hanya rakyat Indonesia, seluruh penduduk Planet Bumi saat ini tentu berharap kasus COVID-19 segera turun dan pandemi segera berlalu.

“Saya harus melayani masyarakat yang butuh informasi. Itu kuncinya. Oleh karena itu, kewajiban saya, bagaimana juga, harus tampil dan menyampaikan informasi. Tugas ini suatu kehormatan buat saya,” kata pria kelahiran Malang, 58 tahun lalu tersebut kepada Antara beberapa hari yang lalu.

Pada hari kerja, setiap selepas subuh, Yuri biasanya sudah berangkat menuju kantornya di bilangan Kuningan, Jakarta.

Sehingga sekitar jam 05.30 WIB sudah ada di Gedung Kementerian Kesehatan dan mengerjakan tugas-tugasnya sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P).

“Saya sudah bisa menyelesaikan sebagian pekerjaan saya, karena saya kan bukan sebagai juru bicara saja, jadi masih mengerjakan pekerjaan di P2P,” tutur Yuri.

Pada pagi hari, dia biasanya berkomunikasi dengan teman-teman di daerah, sebelum akhirnya sekitar pukul 12.00 WIB timnya menyerahkan caps lock data.

Data dari seluruh Indonesia dianalisis, kemudian diolah sebelum data tersebut diserahkan kepada Yuri paling lambat jam 2 siang untuk kemudian dievaluasi.

Sehingga pada jam 14.30 WIB atau paling lambat jam 15.00 WIB, ia mengatakan sudah harus berangkat ke Graha BNPB untuk merilis data harian COVID-19 tersebut pada masyarakat.

Baru setelah itu, data dibagikan ke seluruh provinsi untuk ditindaklanjuti ke Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Daerah.

“Kemudian malam hari saya akan banyak diskusi dengan kepala dinas provinsi, teman-teman Gugus Tugas Daerah bahkan dengan media. Nah ini yang saya lakukan rutin setiap hari seperti itu,” kata Yuri.

Ada kalanya sesuatu tidak berjalan mulus. Begitu pula urusan pengumpulan dan pengolahan data harian COVID-19 di Indonesia.

“Pernah satu saat lima menit terakhir data baru masuk. Mepet. Tetapi itu kan tidak pada sebagian besar laboratorium, paling hanya satu atau dua saja. Enggak apa-apa, dinamika seperti itu pasti terjadi,” ujar dokter alumni Universitas Airlangga itu.

Bahkan, ia menceritakan ada juga pada saat on air data baru masuk, sehingga mau tidak mau dilewati dan dimasukkan di hari berikutnya.

Dengan catatan bahwa ada data yang belum terverifikasi, dan itu tertera dalam kolom di laporan harian.

Lebih lanjut Eselon I Kementerian Kesehatan yang pernah menjadi dokter militer selama 29 tahun itu menjelaskan, data yang diolah oleh timnya di Public Health Emergency Operation Center di Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan tersaji dalam bentuk informasi yang ditujukan ke masyarakat agar bisa melihat bagaimana perjalanan penyakit COVID-19.

Seperti dalam dua pekan terakhir, menurut Yuri, tidak lagi berbicara Indonesia tetapi mulai fokus para level provinsi.

“Nah inilah yang kemudian tentunya kami terjemahkan sebagai informasi kepada saudara-saudara di daerah yang kasusnya naik terus, ya, harus hati-hati betul. Untuk yang sudah mulai menurun bukan berati kehilangan kewaspadaan. Harus tetap waspada,” ujar Yuri.

Ia mengatakan datanya memang diubah menjadi informasi, karena jika diberikan secara vulgar ke masyarakat mungkin banyak yang akan bingung.

Padahal, pesan yang ingin disampaikan adalah apa yang harus dilakukan masyarakat supaya tidak sakit, bukan apa yang harus dilakukan supaya tidak sakit dan tidak kerja.

“Sama seperti akhir-akhir ini banyak yang bertanya, yakni para orang tua, kapan anak saya bisa sekolah? Saya tanya benar pengin sekolah? Enggak takut sakit? Jawabnya ooo … enggak boleh, harus enggak sakit,” kata Yuri mengulangi keinginan sejumlah masyarakat yang sempat berkomunikasi dengannya.

Artinya, masyarakat ingin kembali produktif, ingin sekolah, tetapi syaratnya mutlak harus aman dari virus corona baru.

Bagi dokter yang sebelumnya merupakan Kepala Sub Direktorat Dukungan Kesehatan dan Operasi Pusat Kesehatan TNI itu, hal paling berkesan selama menjadi juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 yakni saat dirinya memberikan informasi yang betul-betul dibutuhkan masyarakat perihal kekhawatiran SARS-CoV-2 yang menular melalui airbone.

Informasi itu tentu memunculkan ketakutan luar biasa dalam masyarakat.

“Namun, setelah kami tenangkan ini bukan airbone disease akhirnya masyarakat, ooo … gitu toh, berarti selama ini terlalu berlebihan merespons,” kata Yuri yang ternyata termasuk orang pertama yang membuka pintu pesawat yang membawa 238 WNI dari Wuhan.

Dari sana Yuri dan timnya mengisi ruang edukasi berdasarkan data COVID-19 pada masyarakat. Lalu membahasakannya secara lebih sederhana, supaya masyarakat tahu tentang bagaimana melindungi diri sendiri dari virus corona tipe baru itu dengan benar.

“Tugas beraaatt… Bismillah… Semangat papa,” kata sang istri menyemangati Yuri saat ditunjuk menjadi juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 melalui akun Instagramnya @dustyhandmade.

Istrinya, dokter Dwiretno Yuliarti, ternyata sangat perhatian dan mendukung tugas Kolonel Yuri.

Dia kerap memberi dukungan dengan mendesain dan membuat khusus masker-masker batik yang cantik untuk digunakan Kolonel Yuri sehari-hari.

Demikian berita ini dikutip dari FAJAR.CO.ID untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.

0 Response to "Kolonel Achmar Yurianto Sudah 110 Hari Sibuk Urus Covid-19, Istri Dwiretno Yuliarti: Semangat Papa"

Post a Comment

Iklan

Iklan Tengah

Iklan Tengah

Iklan